“Follow the child, but follow the child as his leader” - Maria Montessori

0515f6a4-a848-43d2-8ef9-4e357651a081.jpg

By : Maria Gabriella Virdina Jamaludin

Disclaimer : based on writer’s own opinion on what she observed

 

Pernah dengar kalimat : Anak2 itu jangan selalu diikuti maunya, nanti manja/nanti kurang ajar ? Beberapa atau mungkin kebanyakan orang tua seringkali berkata YA kepada anak, apapun yang diminta si anak – entah apapun faktornya ; anak pertama, anak yang sulit didapat, anak laki2/perempuan satu2nya, apapun. Akibatnya tidak jarang tapi tidak sedikit kemungkinan anak akan tantrum saat mereka dihadapi dengan jawaban TIDAK, sebagai wujud dari emosi mereka karena tidak mendapat apa yang mereka mau seperti biasa (manja). Sebagai orang tua, 2 hal yang pasti akan dilakukan : either give in to what they want, or just let them be sebagai bentuk “pendisiplinan”, walau sebenarnya ya bisa dibilang cukup terlambat untuk hal tersebut. Malah akan terlihat orang tua tidak konsisten. Jadi seharusnya apa yang harus dilakukan? 

Menurut pandangan saya yang masih sangat awam tentang Montessori, quotes Maria Montessori di atas terlihat seperti : not always say YES to them, but also walk with them – not in front of them, not behind them, side to side - giving them direction which way to go where, if you do this then you will get that. Praise them when they do something great, BUT also let them know the consequence when they do something bad/terrible

Contoh: ketika anak dihadapkan dengan sekolah online (SFH). Tentu tidak semua orang tua bisa mendampingi anak-anak saat mereka SFH misalnya mungkin banyak juga orang tua yang masih mempunyai tanggung jawab WFH. Secara tidak langsung si anak akan diberi kepercayaan dan pilihan untuk mengikuti kegiatan SFH dengan baik atau tidak, mendengarkan guru atau tidak, menyimak pelajaran atau tidak. Ada kalanya si anak sering tidak acuh terhadap apa yang sedang dibahas pada saat SFH, sebagai dampaknya, si anak tidak mengerti apa yang harus dilakukan saat diberi tugas atau saat dihadapkan dengan quiz. Sebagai orangtua, marah adalah hal pertama yang pasti akan dilakukan kepada anak. Orangtua marah, anak jadi takut/trauma, karena anak hanya tau daddy marah, mommy marah, saya dimarahi. Tapi tentu anak harus tau, kenapa kok daddy marah, kenapa kok mommy marah. Tidak hanya sekedar marah dan menuntut anak itu harus lebih pay attention saat kelas, tapi diberi pengertian bahwa ketidak mengertian anak untuk tugas/quiz nya itu adalah akibat dari kelalaian saat dia tidak acuh saat pelajaran. Diarahkan/dibimbing. If you want to be able to do your own assignments or do your quiz properly, you’d better wake up and pay attention during the class. Sebaliknya juga, saat anak mendapat nilai yang bagus, atau mungkin dapat penghargaan dari guru, berilah dia pujian - seperlunya saja tidak perlu berlebih-lebihan : “well done,,, we’re so proud of you,, pertahanin terus ya belajarnya kalau bisa ditingkatkan”. 

One more thing is important besides being their leader: be their role model. Contoh: anak2 sepatutnya ada jam tidur malam contoh jam 8 malam, tapi kenyataannya beberapa atau mungkin banyak juga anak2 yang mengikuti jam tidur orang tua – akibatnya anak sering telat bangun untuk sekolah karena tidur terlalu malam dan paginya telat untuk sekolah. As the parents, if you really cannot stop whatever you’re doing by 8PM, I think it’s okay to show the child white lies: pretend to go sleep. Then surely the child will follow to sleep as well. When the child finally sleep, then you can continue to do what wanted to do. 

 

Thank you for reading.

Previous
Previous

Follow The Child - Observasi & Bersepakat

Next
Next

Follow The Child: Freedom With Boundaries